• Puskesmas Sungailiat
  • Tanggal Diubah : 06 Oktober 2022
    Status Registrasi : Sudah Registrasi

Masyarakat Berantas Tuberculosis “Matras”TB

Deskripsi

Masyarakat Berantas Tuberculosis “Matras”TB

A.     TUJUAN

Pengendalian TBC merupakan komitmen global. Saat ini Indonesia memiliki beban TBC yang berat yaitu menempati urutan ke-3 TBC dunia sesudah India dan China dengan 824.000 kasus baru. Insiden TBC di Indonesia tahun 2020 adalah 301/100.000 penduduk dan angka kematian 34/100.000 penduduk. Kondisi ini masih jauh dari target yang ditetapkan baik untuk penemuan kasus maupun keberhasilan pengobatan. Target Milestone End Tuberculosis Strategy Global adalah menurunkan insiden TBC dunia 50% pada tahun 2025, menurunkan insiden 80% pada tahun 2030 dan 90% pada tahun 2035. RPJMN 2020-2024 dan STRANAS KEMKES RI 2020-2024 menargetkan insiden TBC 190/100.000 penduduk di tahun 2024. Sedangkan target Eliminasi TBC 2030 yang tertuang pada PERPRES 67 tahun 2021 menetapkan insiden TB 65/100.000 penduduk dan angka penurunan angka kematian 6/100.000 penduduk.

Puskesmas Sungailiat menaungi 40.011 Jiwa dengan luas 25 Km2 dan memiliki wilayah urban yang beresiko menjadi kantong TBC. Permasalahan TBC di puskesmas semakin berat karena TB-HIV/TBC-RO. Angka penemuan TBC positif pada akhir tahun 2017 hanya 45 kasus dengan 4 kasus TBC-RO, namun penjaringan suspek dibawah target 210 orang dari target minimal 450 orang. Selain itu angka keberhasilan pengobatan di wilayah kerja Puskesmas Sungailiat pun sangat rendah. Kondisi yang terjadi saat itu sangat memprihatinkan. Adapun penyebab antara lain literasi penyakit TBC kurang, ragu mengakses pelayanan kesehatan terkait biaya pengobatan karena tidak mempunyai BPJS, stigma diskriminasi TB, tidak ada dukungan keluarga, hambatan ekonomi karena tidak bisa bekerja jika terdiagnosis TB serta efek samping dan lama pengobatan yang kadang membuat pasien tidak mau memulai pengobatan atau bahkan putus berobat. Bahkan di era pandemi Covid-19, pengendalian TBC semakin terpuruk karena ketakutan masyarakat mengakses pelayanan kesehatan. Imbasnya resiko penularan tinggi, kegagalan pengobatan dan rendahnya angka kesembuhan.

Keberhasilan penanggulangan TBC tercapai jika determinan sosial dan kesehatan yang menjadi penghalang pencapaian target teratasi. Berdasarkan fakta tersebut, permasalahan TBC tidak mungkin diselesaikan oleh puskesmas sendiri, perlu keterlibatan multisektor yang bergerak bersama. Berdasarkan konsep tersebut tercetuslah ide memfasilitasi keterlibatan multisektor dan semua pihak terkait mendukung penanggulangan TBC melalui inovasi “LAKSE ENAK” (Libatkan Multisektor dalam Penanggulangan Tuberkulosis). Pemangku kebijakan Kader TBC, tokoh agama/masyarakat, mitra Klinik/Dokter Praktik Mandiri, Dokter spesialis, LSM Pena Bulu, Posyandu/posbindu, Kelompok Prolanis, Pemegang program kesehatan di puskesmas dan mantan pasien/Keluarga penderita TBC merupakan ujung tombak implementasi inovasi terlibat langsung membantu penjaringan Suspek, cakupan penemuan, pengobatan, monitoring dan edukasi untuk mengatasi determinan sosial dan kesehatan yang menjadi penghambat. Jadi “LALSE ENAK” merupakan forum kemitraan untuk meningkatkan peran masyarakat dan multisektor serta mendorong sinergi dalam percepatan penanggulangan TBC untukmencapai  eliminasi TBC dengan cara mendekatkan dan memasyarakatkan pelayanan TBC melalui upaya advokasi, promotif, preventif,kuratif dan rehabiltatif.

 

B.    KESELARASAN DENGAN KATEGORI YANG DIPILIH

“LAKSE ENAK” merupakan inovasi kategori PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN dengan mengutamakan kemitraan multisektor yang membantu penanggulangan TB untuk mencapai target SPM. Peningkatan kemandirian, kolaborasi dan sinergisitas puskesmas dan mitra multisektor memegang peranan.

1.     Melakukan advokasi, melaksanakan dan mendorong kemitraan, peningkatan komitmen, penggalangan sumber daya, monitor dan evaluasi.

2.     Menemukan kasus di komunitas (masyarakat, prolanis, posyandu dan posbindu)  dan faskes, melakukan investigasi kontak pendampingan pengobatan, membantu tenaga kesehatan untuk perluasan dan meningkatkan capaian pengobatan dan pencegahan TBC dan infeksi laten TB dan melakukan rujukan sehingga pelayanan kesehatan menjadi lebih komprehensif.

3.     Dukungan komplementer  bagi penderita TBC maupun kader misalnya penyediaan makanan tambahan dan transportasi.

4.     Edukasi masyarakat dan kampanye TBC di berbagai media dan kegiatan kelompok masyarakat (kelompok prolanis puskesmas/DPM/Klinik, majelis taqlim, posyandu/posbindu/pos UKK, Lembaga Pemasyarakatan, Sekolah misalnya edukasi perubahan perilaku, edukasi skrining batuk, edukasi kesadaran untuk TPT, mendorong pengembangan pembinaan psikososial dan ekonomi untuk penderita sehingga meminimalisir  faktor resiko penularan dengan peningkatan pengetahuan masyarakat guna mengikis stigma buruk. 

 

Kegiatan penanggulangan TBC di wilayah kerja Puskesmas Sungailiat menjadi lebih optimal,  bermutu dan komprehensif melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan mengutamakan kemitraan multisektor yang tersinergi dan terkolaborasi dalam inovasi “LAKSE ENAK”. Capaian penemuan kasus TB dan keberhasilan pengobatan meningkat sejak adanya inovasi ini. Strategi penanggulangan TBC bertransformasi dari sebelumnya bersifat pasif hanya oleh puskesmas menjadi aktif promotif, intensif dan masif berbasis keluarga, komunitas dan masyarakat oleh puskesmas, multisektor dan seluruh jajaran masyarakat.

 

C.    SIGNIFIKANSI

Ide awal inovasi ini muncul karena capaian penemuan kasus TBC sangat rendah dan keberhasilan pengobatan TBC masih di bawah target akibat banyak sekali determinan kesehatan dan sosial yang menjadi penghalang. Hal ini sangat mempengaruhi keberhasilan penanggulangan TBC, insiden TBC masih tinggi yang akan berimbas pada target eliminasi TBC 2030. Pergeseran demografi penduduk dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat wilayah kerja Puskesmas Sungailiat menghasilkan permasalahan kompleks termasuk permasalahan penanggulangan TB. Kelompok rentan seperti prolanis, pasien  imunosupresif, bayi balita dengan permasalahan berat badan dan tidak imunisasi tidak pernah terscreening TBC. Pasien DPM/Klinik mengalami kesulitan untuk pemeriksaan TBC di RS mengingat pelayanan rujukan lanjut BPJS di RS menetapkan aturan yang ketat untuk penyakit TBC. Pengawasan minum obat bagi pasien positif TBC masih lemah jika dilakukan  oleh keluarga dan sangat tidak memungkinkan untuk petugas puskesmas untuk setiap hari datang mengawasi akibatnya angka kesembuhan sangat rendah. Cakupan pengobatan pencegahan TBC dan infeksi laten TBC masih rendah karena merasa tidak ada keluhan berat. Masih banyak masyarakat enggan berobat terkendala permasalahan biaya pengobatan dan stigma buruk TBC karena kurangnya pengetahuan tentang TBC. Melalui inovasi ini permasalahan TBC yang terjadi mampu ditatalaksana secara komprehensif. “LAKSE ENAK” berperan sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dan kemitraan yang melibatkan masyarakat dan multisektor dalam perencanaan, pendanaan dan pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi untuk peningkatan sumber daya yang dibutuhkan. Kelompok rentan yang selama ini tidak terjangkau akhirnya bisa dilakukan investigasi kontak (contact tracing) baik oleh Tim Puskesmas, kader TBC, DPM dan Klinik. Pengawasan terhadap pasien TBC dilakukan oleh kader melalui kunjungan rumah. Dukungan komplementer kepada Pasien TBC dilakukan dengan intervensi gizi maupun  transportasi  melalui dana yang diberikan pemerintah. Edukasi dilakukan secara intensif baik dalam forum atau kegiatan kemasyarakatan maupun melalui media sosial terus dilakukan untuk memberikan informasi tentang TBC sehingga masyarakat lebih memahami tentang TBC dan  stigma buruk TBC perlahan terkikis. Dengan koordinasi, sinkronisasi dan sinergi kemitraan, inovasi ini mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik bidang kesehatan dengan aksi mendekatkan, memasyarakatkan serta menyingkat akses pelayanan TBC yang kurang terjangkau akibat keterbatasan sumber daya puskesmas maupun ketidakberhasilan mengedukasi karena keengganan/menjaga jarak terhadap petugas.

Dengan “LAKSE ENAK” kegiatan penanggulangan TBC di wilayah kerja Puskesmas Sungailiat menjadi lebih optimal,  bermutu dan komprehensif. Strategi penanggulangan TBC bertransformasi dari sebelumnya bersifat pasif hanya oleh puskesmas menjadi aktif promotif, intensif dan masif berbasis keluarga, komunitas dan masyarakat oleh puskesmas bermitra dengan multisektor dan seluruh jajaran masyarakat.

Sejak inovasi ini diluncurkan terbukti memiliki daya ungkit signifikan dalam program penanggulangan  TBC terutama peningkatan jumlah penjaringan suspek/kontak serta penemuan penderita TBC positif dan keberhasilan pengobatan di wilayah puskesmas Sungailiat. Capaian SPM TBC yang selama ini sulit mencapai target terdongkrak keberhasilannya karena inovasi ini. Bahkan di saat pandemi Covid-19 ini, berbagai layanan kesehatan mengalami kesulitan karena adanya pembatasan kegiatan, “LAKSE ENAK” tetap konsisten dalam penanggulangan TBC walaupun tidak memungkiri terjadi sedikit penurunan jumlah temuan kasus positif terkait permasalahan pemeriksaan sputum di RS yang lebih diutamakan untuk pelayanan Covid-19. Dengan semangat kemitraan yang lebih luas dari semua pihak yang terkait juga peran masyarakat yang terdampak, sehingga penanggulanganTBC menjadi bagian dari kesiapsiagaan setempat dalam melindungi warganya.

 

D.    INOVASI

TBC selama ini hanya menjadi permasalahan bidang kesehatan. “LAKSE ENAK” membuat TBC menjadi tanggungjawab semua pihak. Inovasi ini memberdayakan Kader Peduli TBC, tokoh agama/masyarakat, DPM/Klinik/dokter spesialis, kelompok komunitas/masyarakathingga jajaran lintas sektor untuk mengenali permasalahan TBC di lingkungan dan aktif mengakses pelayanan TB. Bahkan dalam inovasi ini, mantan pasien/keluarga TB diberdayakan sebaagai motivator dan kader. Inovasi ini didukung Dinas Kesehatan, Camat/Lurah dan dokter spesialis Paru. Komunikasi difasilitasi dalam grup  Whatapps “LAKSE ENAK” sehingga pelayanan TBC menjadi lebih mudah, cepat, terarah   komprehensif bagi masyarakat. Dengan “LAKSE ENAK” feedback dari berbagai pihak termasuk pasien dan dokter spesialis di RS dapat segera ditindaklanjuti dengan segera dan terkontrol. Permasalahan dan hambatan yang terjadi dapat dicari peluang penyelesaiannya.  Harmonisasi ini terbukti mampu menjawab tantangan dalam penanggulangan TBC terutama penjaringan/pelacakan suspek/kontak, penemuan kasus positif dan keberhasilan pengobatan.

Awalnya inovasi ini dinamakan “Matras TB”, merupakan adaptasi dari kegiatan kader kesehatan, digagas tahun 2018. Tetapi seiring pergeseran demografi dengan semakin pesatnya angka pertumbuhan penduduk, perubahan tren penyakit dan semakin kompleksnya permasalahan TBC yang terjadi di masyarakat yang sulit dijangkau oleh puskesmas, maka muncullah ide untuk menggandeng multisektor untuk berbagi peran dalam kegiatan penanggulangan TBC. Maka “Matras”TB dimodifikasi menjadi “LAKSE ENAK” yang merupakan wadah pemberdayaan masyarakat dan kemitraan multisektor. Pemangku kebijakan, Babinsa/banikamtibmas, Kader kesehatan, Lintas program puskesmas (Program Prolanis, DM, HIV/IMS, Posyandu/posbindu/Pos UKK, gizi, kesehatan masyarakat), Tokoh masyarakat/agama, LSM Pena Bulu, DPM/Klinik/Dokter Spesialis) dan Mantan/keluarga penderitaTBC dilibatkan dalam penanggulangan TBC sesuai kapasitasnya.

E.    TRANSFERABILITAS

“LAKSE ENAK” memiliki potensi/peluang besar direplikasi karena hampir setiap daerah memiliki sumber daya umum yang dapat digunakan sebagai modal untukpengembangan inovasi. TBC juga dapat menyerang semua orang tanpa memandang usia dan wilayah dengan angka kesakitan/kematian tinggi dan penularan aktif sehingga untuk penanganan pasien positifnya, butuh pembiayaan  yang besar serta adanya barrier stigma buruk TBC di masyarakat masih sulit dituntaskan. Permasalahan TBC ini dihadapi sebagian besar daerah di Indonesia bahkan duniaLAKSE ENAK” merupakan upaya inovatif kolaboratif dan komprehensif mendukung percepatan penanggulangan TBC dengan mendekatkan akses pelayanan TBC ke masyarakat terutama untuk menjaring suspek, menemukan dan mengobati kasus TBC positif, mencegah penularan TBC serta meningkatkan pengetahuan/literasi TBC di masyarakat. Inovasi ini mendeteksi, menemukan dan mengobati TBC sebelum terjadi komplikasisertamengubah stigma TBC dimasyarakat.

Replikasi dilakukan dengan memastikan adanya komitmen bersama   ketersediaan SDM, keuangan, teknis serta multisektor yang terlibat, karena dalam inovasi ini  masyarakat merupakan target sekaligus pelaku penentu keberhasilannya.

F.    SUMBER DAYA (DAN KEBERLANJUTAN

Sumber daya Inovasi “LAKSE ENAK” terdiri dari

a.     Sumber Daya Manusia: Petugas Kesehatan, Kader, tokoh agama/masyarakat, mantan pasien/keluarga penderita TB, DPM/Klinik/ dokter spesialis, Lintas program, LSM, komunitas masyarakat dan jajaran lintas sektor yang terkait dengan inovasi ini.

b.    Keuangan: transportasi kader yang bersumber dari dana BOK Puskesmas. Jumlah ini bervariasi dari tahun ke tahun tergantung  anggaran yang tersedia. Selain itu dukungan LSM Pena Bulu untuk dana transportasi kader sangat membantu untuk pencapaian penanggulangan TB.

c.     Sumber Daya Teknis: ketersediaan sarana prasarana pendukung seperti pot dahak, instrumen questioner penjaringan suspek dan media KIE untuk membantu menginformasikan pengetahuan TBC ke masyarakat. Puskesmas juga menyediakan data sasaran/wilayah dan dokter spesialis menyediakan data sasaran penderita agar kegiatan lebih efektif dan tepat sasaran.

d.    Media informasi antara Dinas Kesehatan, Puskesmas, Kader Peduli TBC, LSM, DPM/Klinik/Dokter Spesialis dan lintas sektoral melalui Whatapps grup “LAKSE ENAK”

Inovasi “LAKSE ENAK” memiliki potensi keberlanjutan dilihat dari:

Aspek Sosial:

TBC merupakan penyakit menular aktif, jika tidak dikendalikan/diobati sesuai standar akan menularkan dengan proporsi 1 penderita TBC Positif akan menularkan pada 10 orang disekitarnya. TBC juga merupakan penyebab paling banyak kematian akibat penyakit  infeksi dan termasuk  10 penyakit penyebab kematian di Indonesia.

Aspek Ekonomi:

Dukungan pendanaan dan prioritas penganggaran dana transfer daerah berupa BOK untuk upaya kesehatan masyarakat promotif preventif. TBC menjadi salah 1 dari 5 pilar prioritas kesehatan nasional selain Imunisasi, Stunting, AKI dan AKB dan Penyakit tidak menular sehingga memiliki peluang besar untuk keberlanjutan inovasi ini. Jika tidak dikendalikan dengan tepat, TBC akan menjadi beban berat negara. Selain itu, dilihat dari sudut pandang pasien, kesakitan akan TBC dapat menghambat akan mengganggu secara ekonomi keluarga, karena pembatasan aktivitas dan beban biaya berobat yang tinggi.

 

Aspek Lingkungan:

Kualitas lingkungan yang buruk dengan peta demografi yang padat merupakan salah satu determinan penting dalam penularan TBC. Karena daerah yang dipetakan kantong TBC di wilayah Puskesmas Sungailiat merupakan daerah urban dengan kualitas sanitasi rendah dan mobilsasi penduduk yang tinggi. Peningkatan kualitas lingkungan dan dukungan penuh dari masyarakat akan mendukung penanggulangan terhadap penyakit TBC.

Untuk memastikan keberlanjutan inovasi dikeluarkanlah SK Kepala Puskesmas Sungailiat Nomor:188.4/41/SK/PKM-SGT/I/2018 tanggal 15 Januari 2018 tentang Penetapan Inovasi Masyarakat Berantas TBC “Matras” TBC” di wilayah Kerja Puskesmas Sungailiat dan SK Kepala Puskesmas Sungailiat Nomor: 188.4/030/SK/PKM-SGT/I/2018 tanggal 10 Januari 2018 tentang Penetapan Nama Kader TBC Puskesmas Sungailiat tahun 2018. SK kini tentunya akan dievaluasi dan diperbaharui tiap tahun tergantung evaluasi kinerja kader yang terlibat dan strategi pelaksanaan. SK Penetapan Inovasi LAKSE ENAK sebagai Pengganti “Matras” TB nomor 188.4/194/SK/PKM-SGT/XII/2020 Tanggal 09 Desember 2020melibatkan multisektor. Untuk tahun 2022  SK Kepala Puskesmas Sungailiat untuk Penetapan Nama Kader TBC Puskesmas Sungailiat dengan nomor 188.4/124/SK/PKM-ST/I/2022 yang didalamnya dimasukkan nama mantan/keluarga Penderita TB yang diangkat sebagai kader dan motivator.

G.    DAMPAK

Sejak implementasi “Matras”TB awal 2018, Puskesmas Sungailiat melakukan evaluasi internal indikator-indikator yang ditetapkan sebagai kunci keberhasilan inovasi. Evaluasi internal dilakukan pertriwulan sekaligus pembekalan dan membahas permasalahan yang terjadi selama pelaksanaan inovasi. Peningkatan signifikan penjaringan suspek, penemuan TBC BTA Positif dan angka kesembuhan menjadi bukti peran Iinovasi ini.  Bahkan di saat pandemi tahun 2020 hingga 2021, pihak-pihak yang terlibat konsisten terhadap penjaringan/pelacakan walaupun ada pembatasan tetap berkarya memanfaatkan media elektronik. Tetapi karena terjadi perubahan segmentasi pihak yang terlibat  dan situasi pandemi covid-19 yaitu melibatkan berbagai multisektor maka Inovasi “Matras”TB berganti nama menjadi” LAKSE ENAK” diakhir tahun 2020. Untuk capaian 2022 ini bahkan target untuk 1 tahun telah terpenuhi di bulan Juli 2022. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensi “LAKSE ENAK” sangat penting untuk penanggulangan TB di wilayah kerja Puskesmas Sungailiat.

Indikator-indikator yang di evaluasi

Untuk indikator yang dievaluasi sesuai SPM

a.     Angka Penjaringan Suspek 

b.    Penemuan kasus TBC Positif dari target suspek

Hasil Evaluasi 

a.     Melalui “Matras TB” Angka Penjaringan Suspek  sebanyak 210 orang tahun 2017 menjadi 278 orang tahun 2018, 782 orang tahun 2019 dan 454 orang tahun 2020. Setelah berganti menjadi inovasi LAKSE ENAK dengan melibatkan multisektor, walau diterpa Pandemi Covid 19, capaian tetap stabil yaitu 490 orang.SAAT penerpan adaptasi kebiasaan baru, capaian SPM TBC tahun 2022 untuk 1 tahun telah terpenuhi di bulan Juli 2022 yaitu 740 orang. Tetapi walaupun capaian telah  tercapai kegiatan inovasi ini tetap berjalan rutin.

b.    Penemuan penderita TBC Paru positif diantara target suspek yang diperiksa meningkat dari 45 tahun 2017, 57orang tahun 2018, 66 orang di tahun 2019. Sayangnya penemuan tahun 2020 dan 2021 menurun menurun karena pandemi Covid-19 sehubungan dengan adanya pembatasan kegiatan dan sarana TCM yang semula difungsikan untuk pemeriksaan TBC didayagunakan untuk pemeriksaan Covid-19. Tahun 2020 hanya ditemukan 43 orang penderita dan 31 orang di tahun 2021. Sedangkan untuk tahun 2022 sehubungan dengan adaptasi perubahan baru, hingga bulan Juli 2022 sudah ditemukan  51 penderita TBC.

H.    KETERLIBATAN PEMANGKU KEPENTINGAN

1.   Tim TBC puskesmas Sungailiat sebagai penggagas inovasi, dalam pelaksanaannya mengadakan pembekalan kader/tokoh agama/masyarakat melalui pelatihan. Puskesmas menyiapkan data/wilayah sasaran, penjadwalan kegiatan, questioner pelacakan, media KIE sebagai bekal pelaksanaan. Petugas puskesmas mendampingi kader/tokoh agama/masyarakat jika terjadi kendala dan menindaklanjuti hasil pelaksanaan kegiatan. Evaluasi monitoring dilakukan secara rutin pertriwulan dan akan kembali dievaluasi oleh dinkes terkait capaian indikator TBC.

2.   Kader, petugas Lintas program, tokoh agama/masyarakat merupakan komponen utama inovasi ini. Kader menjaring/melacak suspek/kontak, PMO, mendampingi rujukan pemeriksaan ulang, KIE dan  pengendalian faktor risiko. Kader turun dari rumah ke rumah atau komunitas berdasarkan sasaran yang ditetapkan dan melaporkan kembali hasil pelaksanaan ke puskesmas. Lintas program  terutama yang beresiko/komorbid dan kelompok prolanis mengarahkan sasarannya untuk melakukan pemeriksaan/screening. Tokoh agama/masyarakat berperan memicu/mengawasi/mengadvokasi/edukasi pada kesempatan yang memungkinkan (saat pertemuan warga, setelah sholat jumat, dasawisma), bahkan mampu memediasi kendala pelaksanaan inovasi (penolakan warga diperiksa/menjalani pengobatan rutin).  Hasil kerja komponen yang terlibat diharapkan  mampu mengikis stigma buruk dan mendekatkan akses pelayanan TBC ke masyarakat.

3.   Dokter spesialis paru mementoring puskesmas dalam tatalaksana TBC, melakukan rujuk balik dan memberikan data sasaran.

4.   DPM/Klinik sebagai FKTP bersama-sama puskesmas membantu memperluas penjaringan suspek dan mendekatkan akses pengobatan.

5.   Camat/Lurah selaku “supporting system” Penanggungjawab Wilayah, penggerak/pelaku Pemberdayaan Masyarakat dan berperan dalam advokasi/mediasi.

6.   Kepala Dinkes Kabupaten Bangka selaku Penasihat/ pembina.  Dinkes melakukan evaluasi rutin dengan memberikan feedback berdasarkan pencapaian indikator yang disampaikan puskesmas melalui laporan bulanan.

7.   Kepala Puskesmas Sungailiat selaku Penanggungjawab.

I.      PELAJARAN YANG DIPETIK

Masalah TBC tidak mungkin dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan sendirian, keberhasilan penanggulangan TBC dapat dicapai jika seluruh pihak berkomitmen, berkolaborasi dan bersinergi. Penanggulangan TBC semakin sulit dengan kompleksnya permasalahan di masyarakat, perubahan trend penyakit dan adanya pandemi Covid-19. Melalui “LAKSE ENAK”, seluruh pihak yang terlibat digiring untuk mengenali permasalahan kesehatan di wilayahnya dan bersama-sama mencari peluang untuk mengatasinya. Dengan bantuan Kader peduli TBC dan tokoh agama/masyarakat, lintas program, DPM/Klinik/dokter Spesialis, LSM, komunitas dan masyarakat, akses masyarakat terhadap pelayanan TBC menjadi lebih mudah dan mampu mengikis stigma buruk TBC. Melalui “LAKSE ENAK”, masyarakat aktif dan mandiri memberantas TBC    
 

PENUTUP

Kesuksesan “LAKSE ENAK” dalam mendukung penanggulangan TBC sangat ditentukan oleh respon positif, keterlibatan,komitmen, kolaborasi dan sinergi elemen seluruh elemen yang terlibat. Sejak diluncurkan, “LAKSE ENAK” telah membuktikan eksistensinya dalam pencapaian SPM TBC walaupun di tengah permasalahan demografi kependudukan,perubahan tren penyakit dan pandemi Covid-19. Seluruh pihak yang terlibat merupakan ujung tombak implementasi inovasi ini telah bekerja keras dengan berbagai cara dan inovasi. Harapan ke depannya, inovasi ini akan terus berkembang dan berdampak nyata dalam mendukung program nasional penganggulangan TBC.

Video

Materi

indohcf(1).doc

Comment

Leave a comment